About Me

Dapatkan berbagai Informasi menarik Disini dari berbagai sumber terpecaya

Get The Latest News

Sign up to receive latest news

Thursday, August 20, 2009

| 0 comments |

Ada Osama di Balik Noordin

ImagePolisi Pantau Jalur e-mail Kuningan-Timur Tengah

JAKARTA - Dua tersangka teroris yang ditangkap Densus 88 Mabes Polri, Iwan Herdiansyah dan Ali Muhammad, di Kuningan, Jawa Barat, akhir pekan lalu ternyata kelas kakap. Dari mulut kedua pria yang diduga penyandang dana aksi pengeboman itu, operasi peledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli tersebut melibatkan jaringan asing.“Mereka mengaku telah memfasilitasi kehadiran seorang tokoh dari Timur Tengah untuk terbang ke Jakarta sebulan sebelum peledakan terjadi,” kata seorang sumber koran ini di Jakarta, kemarin (19/8). Iwan sendiri ditangkap Densus 88 pada Sabtu (15/8), sedangkan Ali yang diduga berasal dari Timur Tengah ditangkap Senin (17/8) di Kuningan, Jawa Barat. Keduanya kini sedang diinterogasi serius di Rutan Brimob Kelapa Dua. Dari pengakuan sementara kedua tersangka itu, dana untuk operasi Marriott dibawa oleh seorang ulama secara langsung. “Tidak melalui transfer,” katanya. Namun, menurut Ali yang didampingi seorang penerjemah, dia mengaku lupa jumlah pastinya. “Semuanya dalam bentuk dolar,” tambah sumber itu. Beberapa jam setelah pengeboman, seorang analis Mabes Polri memberitahu koran ini jika operasi itu melibatkan warga negara asing. Itu karena beberapa frame CCTV menangkap sosok asing yang mirip warga keturunan Timur Tengah di lorong lantai kamar 1808 dan JW Lounge beberapa hari sebelum tanggal 17 Juli berdarah itu.

  


 Ali Muhammad juga mengakui jika orang yang disebut Ali sebagai syaikh itu sempat menunggu hingga operasi selesai. “Tapi sekarang sudah kembali ke negaranya,” kata sumber itu. Dari keterangan Ali dan Iwan, polisi akan lebih fokus pada orang-orang lain yang memfasilitasi kedatangan sang syaikh. “Tapi, karena ini menjelang Ramadan, tentu kita melihat itu sebagai pertimbangan sebelum memeriksa orang per orang,” katanya.
    Menurut dia, polisi khawatir akan muncul resistensi dari organisasi massa yang tersangkut dalam kasus ini. “Tidak bisa sembarangan main tangkap dan periksa,” katanya sembari menyebut sebuah organisasi yang mempunyai basis massa cukup kuat di Indonesia.
    Berdasar pengakuan sementara Ali itu, polisi semakin yakin jika Noordin dibantu jaringan internasional di bawah tanzhim Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. “Tampaknya dia berhasil membuat channel baru yang lebih aman,” kata perwira yang pernah kursus anti-teror di Singapura itu.  
    Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Teuku Faizasyah menegaskan bahwa pihaknya belum menerima laporan terkait penangkapan Ali. Deplu, kata Faiza, belum berani memastikan bahwa pria yang diamankan Mabes Polri itu berkewarganegaraan Arab Saudi.
    Dasarnya, belum adanya laporan resmi dari Kedubes Arab Saudi di Jakarta. “Kalau dia ras Timur Tengah sudah pasti. Tapi terkait  kewarganegaraannya saya minta tidak mendahului keterangan Mabes Polri,” terangnya ketika dihubungi di Jakarta kemarin.
    Namun, dia mengatakan ada sejumlah negara Timur Tengah yang masuk dalam daftar cekal. Negara dalam blacklist itu antara lain adalah Afghanistan, Irak, Pakistan, dan Srilanka. Lazimnya, pengajuan visa dari negara tersebut harus diputuskan langsung di Jakarta oleh tim lintas departemen dalam bentuk Clearing House.
    Lalu, apakah ada kemungkinan bahwa Ali berasal dari negara tersebut? Dia mengatakan kemungkinan itu terbuka lebar. “Asal ada sponsor atau undangan untuk menghadiri acara tertentu, maka itu bisa mempermudah pengajuan visa,” terangnya.
    Dari mulut Ali pula, analisa penyidik bahwa dana dibawa menggunakan jalur tradisional melalui Mindanao terpatahkan. “Analisa bahwa dana masuk melalui transfer masih didalami, kita menduga tidak mungkin seluruh dana operasi dibawa langsung. Pasti ada sebagian yang ditransfer,” katanya,
    Selain itu, polisi juga telah mendapat salinan data dari komputer Iwan yang disita. Tim IT Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri kini sedang menelusuri alur email Iwan dengan beberapa pihak di Timur Tengah. “Ip (internet protocol) addres-nya ada yang di Riyadh dan Kuwait, ini sedang dicek,” kata seolang analis IT yang sering diminta bantuan Mabes Polri melakukan ivestigasi elektronik. Isinya apa? “Wah, belum selesai. Nanti, kalau sudah tuntas semua saya bisiki,” kata analis yang mantan hacker itu.
    Berdasar penelusuran Radar Cirebon (grup koran ini), Ali  sering berkunjung ke rumah H Iwan. Selain Ali, tamu yang kerap datang ke rumah H Iwan adalah seorang pria berwajah ganteng dengan ciri-ciri tinggi sekitar 170 sentimeter, berkulit putih dan suka mengenakan celana jeans. Namun para tetangga tidak tahu yang dibicarakan oleh para tamu H Iwan tersebut, karena menggunakan bahasa Arab. Warga menduga tamu itu adalah Saefuddin Jaelani.
    Tetangga H Iwan, Ny Rokib menerangkan bahwa dia sering melihat tamu-tamu H Iwan. Biasanya mereka datang siang dan sore hari menjelang magrib. Yang sering datang, kata dia, yakni pria keturunan Arab yang belakangan diketahui bernama Alkhelaiwi Ali Abdullah. “Orangnya brewokan dan tinggi besar. Sedangkan tamu yang satu lagi orangnya ganteng, putih dan suka pakai celana jeans,” katanya kemarin (19/8).
    Dia juga menceritakan jika para tamu tetangganya itu kalau bicara sampai terdengar sampai jarak beberapa meter. Namun, karena bahasa yang digunakan tidak dimengerti, warga tidak tahu arti pembicaraan tersebut. “Mereka kalau ngobrol itu menggunakan bahasa Arab. Meski terdengar sampai beberapa rumah tetangga, tapi kami tidak tahu artinya,” ujarnya.
    Peranan Iwan memang cukup penting. Meski tidak diungkap secara gamblang, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna menyebut Iwan dan Ali terkait dana operasi. “Dia mengaku hendak membuka warnet di tengah sawah,” kata Nanan pada wartawan di Mabes Polri kemarin.
    Sebenarnya, Ali belum akan ditangkap. Namun, kata Nanan karena telah lebih dahulu diberitakan, orang itu lalu diringkus. “Awalnya dikuntit tapi bocor dulu oleh media, jadi kita tak mau ambil risiko langsung diamankan,” katanya. Alumnus terbaik Akpol 1978 itu belum memastikan kewarganegaraan Ali. “Kalau dari pengakuan dan informasi tetangga-tetangganya, dia warga Arab Saudi, tapi belum tentu. Bisa saja palsu,” katanya.      
    Kemarin, Nanan juga mengumumkan empat teroris sebagai buron dan memasukkan mereka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kaki tangan gembong teroris Noordin M Top ini terlibat pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Dua di antara buron teroris adalah adik-kakak dan ada hubungan famili dengan Ibrohim, perancang peledakan Marriott dan Ritz Calrton yang menewaskan 9 orang dan melukai 55 lainnya.
    Keempat tersangka itu masing-masing Saefudin Zuhri bin Djaelani alias Ustad Syaifudin Zuhri, alias Udin, alias Soleh. Syaifudin beralamat di Perum Telaga Kahuripan, Parung, Bogor, Jawa Barat, dengan tinggi badan sekitar 150 sentimeter dan bentuk kepala bulat. Syaifudin Zuhri adalah perancang dan pengatur peledakan Marriott dan Ritz Carlton. Dia juga yang merekrut Danni Dwi Permana (bomber Marriott) dan Nana Ichwan Maulana (bomber Ritz Carlton).
    Teroris kedua adalah Muhamad Syahrir alias Aing. Sesuai dengan identitas di Kartu Tanda Penduduk (KTP), Syahrir lahir di Jakarta, 25 Juni 1968 dengan alamat Kompleks Garuda, Blok C1 No 6, Melayu Naga, Teluk Naga, Tangerang, Banten. Tinggi 165 sentimeter dan bentuk kepala bulat. Aing adalah saudara Saefudin Zuhri. Menurut sumber koran ini, dia berperan mencari tempat persembunyian Noordin M Top, termasuk rumah di Jatiasih (Bekasi) dan Cimahpar (Bogor). Aing juga mencari kontrakan untuk Saefuddin  di RT 03, RW 10, Telaga Kahuripan, Parung, Bogor.
    Buron ketiga, Bagus Budi Pranoto, lahir di Kudus 2 November 1979, dengan alamat Desa Klisat, Mijen, RT 08/01, Kecamatan Kaliwungu, Kudus, Jawa Tengah. Tinggi badan 160 sentimeter dan bentuk kepala lonjong. Nanan tidak merinci apa peran Bagus.
    Namun menurut sumber koran ini, Bagus ikut membantu Saefuddin meyakinkan Dani dan Nana (pengebom Marriott) untuk melakukan misi bunuh diri itu. “Mereka ini satu regu, Bagus juga akan dipersiapkan melakukan serangan berikutnya,” kata sumber itu. Budi Pranoto pernah divonis 3 tahun 6 bulan karena kasus terorisme pada 2004.
    Terakhir, Aryo Sudarso, alias Suparjo Dwi Anggoro, alias Aji, alias Dayat, alias Mistam Husamudin. Aryo memiliki dua identitas KTP, pertama beralamat di Cakung Timur, Kampung Pisangan, Kelurahan Penggilingan. Tempat dan tangal lahir, Tegal, 22 Januari 1973. Satu KTP lain kelahiran Kendal, 22 Maret 1973, dengan alamat Desa Sidokumpul, Kecamatan Patean, Kendal, Jateng. Tinggi badan sekira 160 centimeter dan bentuk kepala oval. “Dia membantu merakit bomnya. Pernah ke Poso dan dilatih oleh Upik Lawanga,” kata sumber koran ini.
    Nanan meminta masyarakat proaktif untuk melapor. “Silakan hubungi polisi terdekat,” katanya. Mabes juga akan memasang spanduk dan poster empat DPO itu di tempat-tempat strategis.  
    Secara terpisah, juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menilai operasi pemberantasan teroris sudah mulai berlebihan. “Ini jelas merupakan operasi untuk menyudutkan umat Islam. Teroris itu bagian dari intelijen asing untuk memprovokasi, menginfiltrasi dan meradikalisasi umat Islam di Indonesia,” kata Yusanto.
    Dia juga menolak tegas upaya pemberantasan terorisme dikait-kaitkan dengan upaya penegakan syariah dan khilafah. “Polisi jangan mengembangkan kasus ini ke arah pelarangan dakwah dan penegakan syariah. Itu namanya lari ke sana kemari tak jelas ujung pangkalnya,” tegasnya.(rdl/zul/ags/JPNN/iro)


sumber

Artikel Terkait



0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan Pesan Anda